Kupu-kupu, keikhlasan luar biasa #2 habis

Bukan sesuatu yang biasa jika yang diusahakannya akan menjadi luar biasa...
Seorang ibu, ia selalu mengikhlaskan diri menjadi kepompong anaknya agar menjadi luar biasa...

Sudah kita bahas tentang bagaimana kupu-kupu ditransformasikan dari seekor ulat, masa menjadi kepompong adalah masa mengikhlaskan diri dalam kukungan 'tidak berarti apa-apa' untuk sesiapapun, sampai akhirnya -menjadi sangat indah dan berguna, tak hanya begitu, kupu-kupu yang berkuat keras dengan usaha membuka keterhubungannya dengan dunia luar, agar berguna, tak hanya menikmati hirup udara luar yang indah, ia menikmati pemandangan yang tak bisa ia nikmati saat posisi menjadi ulat, menikmati dunia dengan pemandangan yang lebih.




Subhanallah,
Jikalau sebelumnya saya bahas adalah diri kita di masa apapun, maka kali ini saya bahas diri kita (para wanita) di masa ketika menjadi ibu. Ada keikhlasan dari ibunda nabi Musa, untuk melepaskan anaknya menjadi anak orang lain, semenjak lahir, Musa telah dikukung dengan ancaman kematian untuk setiap bayi laki-laki yang akan lahir, dengan beribu pilu di hati ibunda nabi Musa melepasnya hanyut mengikuti sungai. Dan memang, Allah telah menyiapkan sebuah cerita, yang nabi Musa lah yang menjalaninya, menjadi anak angkat Asiyah, isteri Fir'aun, raja pembunuh para bayi saat itu.

QS. Thaha (20) : 37 
Yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu sesuatu yang diilhamkan.
QS. Thaha (20) : 38
Yaitu: “Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya”. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang daripada-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. 
QS. Thaha (20) : 39
(Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Firaun): “Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Mad-yan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa.
QS. Thaha (20) : 40
Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.






Luas sekali kesabaran sang ibunda, dan besarnya keikhlasan untuk menuruti apa yang Allah mau, ibu mana yang rela anaknya dihanyutkan di sungai begitu saja? tanpa kejelasan bagaimana nasib anaknya dengan cara seperti itu?! namun keikhlasan, memberi jawaban atas perintah Allah, Musa selamat atas keinginan pembunuhan dirinya, karena Allah yang berkehendak, segalanya dapat terjadi. Insya Allah, laa hawla walaa quwwata illa billah ~ Ibunda pun tetap bisa bersama anaknya, menjadi ibu susuannya.

Masa berlalu, sang ibulah yang menjadi pendidik pertama dan paling dominan dalam keluarga, maka tak salah dalam bahasa arab ibu disebut "Ummi", yang berasal dari kata "" yang berarti teladan. Subhanallah, ibulah teladan pertama dari diri kita. dari ibu lah didikan pertama sebagai pedoman cara berfikir bagaimana ilmu-ilmu lainnya dapat diolah dengan cara berpikir dari sang ibu, sang anak. Jika baik para wanita, maka baiklah sebuah peradaban. Maka tak salah islam memberikan tempat yang amat mulia kepada wanita.

Menjadi kupu-kupu, alangkah baik dan indah jika tiap ibu paham tugasnya di dunia, memuliakan dirinya yang mulia. Sudah seharusnya para wanita paham jikalau dirinya dipersiapkan untuk menjadi panutan kelak bagi anak-anaknya. Ibu, contoh yang akan menjadikan bagaimana rupa-rupa masa depan peradaban yang disusun oleh anak-anak mereka.

Maka, ketika wanita hancur, tidak bisa menjaga dirinya, maka hancurlah peradaban, ketika wanita tak bisa menjaga kehormatan dirinya, maka dengan hal itu pula para anak bangsa diajarkan untuk tidak mengetahui penjagaan terhadap wanita. Ketahui, bahwa penyakit manusia termasuk 2 diantaranya adalah perut dan kemaluan, jikalau hati dapat menjaga keduanya maka amanlah seluruh badannya. Tebak saja, bukankah saaat ini maraknya tontonan dan makanan yang sia-sia berdampak pada keburukan moral bangsa. Dan ter ekspos kebanyakan untuk menghancurkan benteng syahwat kemaluan adalah para wanita tidak bermoral.


Maka, perbaiki wanita ketika ingin memperbaiki sebuah peradaban.
Ajarkan kepada wanita, adalah penting menguasai ilmu-ilmu yang menunjang masa depan mereka sebagai ibu, sebagai rangkaian untuk memebntuk pola pikir yang beriman sehingga menurun kuat terhadap anak-anak mereka nantinya.


Keikhlasan, seorang ibu, menjadi selubung kepompong bagi anak-anak mereka yang dipersiapkan untuk menjadi kupu-kupu yang diharapkan menjadi luar biasa dengan pandangan luas mereka tentang dunia.


"Ibu, mengapa ibu meninggalkan istana, dan pindah ke istana Ilheoyoung?"
"Geum, ini ibu lakukan untukmu, berjanjilah pada ibu bahwa kau akan menuruti yang mulia ratu Inwon, itu cara kau berbakti pada ibu?"
"Ibu"
"Geum,"
Dong Yi berjalan menuju keretanya menuju istana Ilheoyoung, meninggalkan pangeran Yeoning. Ia bertemu ratu Inwon yang membujuknya agar tak pindah ke istana lain, setelah ia mengusulkan menjadikan pangeran Yeoning menjadi anak angkatnya, agar putera mahkota dan pangeran Yeoning tetap dapat menjalankan keinginan mereka sebagai dua saudara tanpa diganggu kepentingan partai politik di dalam kerajaan. Agar nyawa pangeran Yeoning aman dalam lindungan pengakuan anak angkat ratu baru, ratu Inwon. Dan Dong Yi tetap pindah, ia menghancurkan tembok istana agar dapat mengizinkan lebih banyak rakyat yang kesusahan masuk ke dalam istana dan melaporkan apa yang terjadi, banyak penindasan terjadi, dan Dong Yi banyak dapa membantu, hingga suatu ketika para kaum rendahan berinisiatif membuat paviliun indah untuk Dong Yi, Kim Gu Seon (guru pribadi pangeran Yeoning) berkata, "Lihatlah ini pangeran, jangan pernah kau lupakan apa yang engkau lihat hari ini. Apa yang telah dilakukan ibumu sehingga rakyat mau membuatkan sebuah penghargaan kepada ibumu.". Pangeran Yeoning menjadi raja Jeoseon setelah beberapa tahun kemudian, mengantikan tahta sebelumnya, dan menjadi pangeran yang mengerti rakyatnya. Pangeran bergelar pangeran Yeojong ini tetap mengigat apa yang diajarkan oleh ibunya. (Dong Yi, Jewel in the Crown, episode 58, based on true story)
Ibu, sebuah nama penuh cinta...
Ibu, sebuah nama penuh keikhlasan...
Ibu, nama yang kasihnya tak pernah hilang, tak pernah berubah, anak adalah permata di hatinya, walau di kubangan lumpur sekalipun...


Satu doa untuk ibu, agar sehat selalu...

"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya), dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan). [Luqman 31:14]"

Ibu, lebih mulia sekalipun dengan ayah, hak dihormati untuknya 3 kali dibandingkan dengan ayah. Jangan sekalipun meremehkan kebaikan sebagai ibu rumah tangga, yang mengurus suami dan anak-anak dirumah, derajatnya untuk membimbing anak-anak dan menjadi isteri shalihah untuk suaminya amatlah mulia. Itulah sebab mengapa Islam begitu menyarankan wanita untuk berdiam di rumah, menjaga diri, menjaga kemuliaan isi rumah, sehingga pribadi-pribadi baik terbentuk dari rumah yang di tata rapi oleh ibu yang baik akhlak dan budi nya.

Sebab itu tak salah jikalau wanita bercita-cita terhormat sebagai ibu rumah tangga, berharap fokus terhadap pembangunan peradaban yang mensejahterakan umat dimulai dari dirinya di dalam rumah, dari ilmu yang didapatnya dan diajarkannya kepada anak. Wallahu'alam.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ



Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)