Kupu-kupu, keiklhasan luar biasa #1

Ketika seorang muslimah berhadapan dengan sebuah keikhlasan lambatnya kehidupan, menurunnya aktivitas, kualitas dan kinerja berkarya di dalam masyarakat. Terkukung di dalam sebuah kurungan kecil, yang mau tak mau harus dirasakannya.

Analogi:
" Annisa, sang wanita yang hatinya terasa membahana ketika hiruk pikuk agenda rapat, kerja, acara dan lain sebagainya menghiasi lembaran hari-harinya.
Tugasnya di dunia terasa mulia ketika melihat beberapa senyum keberkahan beberapa orang yang memetik kebaikan darinya. Semuanya terasa indah, ketika menjadi seorang aktivis di kampus yang penuh catatan-catatan pikiran perubahan "ke arah yang lebih baik".
Namun, aktivitas Annisa berubah ketika ia telah lulus kuliah, status berganti. Begitu pula dengan apa yang terjadi dengan agenda kegiatannya. Semua yang biasa ia lakukan kini tidak lagi tercatat akan dilakukan di hari H, kemudian intensitas waktu luang yang biasanya terisi dengan jalur kesana kemari, sudah tidak dilakukan.
Kemudian, Annisa berdiam di rumah, membersihkan rumah, merawat tanaman dan membaca buku ketika ibadah dan interaksi keluarga terus berjalan. Kesempatan keluar melihat dunia pun tak lagi terlakoni, waktu dan uang tak merestui kegiatan lalang buana tersebut.
Annisa merasa dirinya "tidak menjadi apa-apa".

Analogi, yang tak harus seperti di atas, anda semuanya, para saudari ku tersayang, belum tentu harus merasakan bahwa pada saat itulah kita merasakan hal seperti itu, bisa saja fase "tidak menjadi apa-apa" itu terjadi pada waktu kapan saja, sesuai yang diatur Allah.
Ketika semuanya lambat berjalan, percayalah tak pernah ada yang terasa cepat andai andai tak pernah merasa lambat. Tak pernah kita belajar tentang keikhlasan sebuah usaha keras dari perasaan "saya orang yang berarti".

Karena tak pernah seekor kupu-kupu lahir begitu saja dari ulat, ia menemui fasenya sebagai kepompong dalam waktu yang cukup lama, menjadi sesuatu yang "tidak menjadi apa-apa" menjadi sesuatu yang "sangat indah dan berarti".

Prof. Michael Behe pun menemukan fakta, bahwa kupu-kupu pun harus sekuat tenaga keluar dari kungkungan balutan kepompongnya sendiri untuk dapat bertahan hidup, bahwa dengan tidak melakukan usaha yang amat keras untuk mengoyak selaput diantara dirinya dan dunia luar akan sama saja untuk memastikan bahwa kupu-kupu akan hanya bertahan hidup di daratan, tanpa bisa terbang menggunakan sayapnya yang tidak terlatih ototnya untuk melakukan kepakan. Subhanallah..

Melihat kepompong, tidak akan ada yang mengiranya akan berubah indah seperti kupu-kupu. Ya, begitu lah dengan kita, akan ada masanya ketika kita tidak akan menjadi sesiapapun, atau berarti di mata orang lain dengan ruang lingkup yang bisa dikatakan dengan 'berarti untuk orang lain'.

Ingat ya? Bagi Anda yang ikhlas menghebatkan apa pun dirinya, ini semua hanya masalah waktu." -Mario Teguh

Akan tiba pada masanya, setelah ujian keikhlasan dituntut dari diri kita, bahwa "Hanya Allah sajalah tempat bergantung" QS. Al-Ikhlash, 2. Agar kita dapat mengerti bahwa dari Allah sajalah kita mendapatkan segala apa yang kita butuhkan. Agar keinginan, dan ketergantungan kepada makhluk hilang, dan tugas besar kita sebagai "khalifah" di atas muka bumi ini dapat terlaksana dengan baik dan dipertanggung jawabkan di hadapannya dengan keadaan yang baik pula, insya Allah.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar." QS. Ali Imran, 142