Ketika Pengetahuan Kita tak sama dengan Orang Terdekat

Tiap-tiap yang bernyawa  pasti diuji ~ begitu pula dengan kita, tergantung bagaimana dengan diri kita. Apakah belajar dan mengambil hikmah dari setiap ujian yang diberikan Allah subhanahu wa ta'ala?!


Siapakah yang lebih paham selain dari Allah subhanahu wa ta'ala tentang apa yang harus terjadi pada diri kita?
Sesuatu apapun ada hikmahnya, maka mencoba sabar dan ikhlas adalah kebaikan...
Klise, namun sulit sekali dipeuhi oleh hati yang tidak istiqomah...




Apalagi mengusahakan mencintai orang yang berkali-kali menzalimi kita, itupun lebih sulit. Berbeda jikalau orang tersebut bukan seseorang yang wajib kita cintai, bisa kita nasehati.... Kemudian pabila tak bisa kita nasehati maka lebih baik didiamkan saja sembari terus mengingatkannya baik dengan langsung atau melalui doa.
Namun bagaimana jikalau yang menjadi ujian adalah orang-orang terdekat, orang-orang yang kita percaya, bahkan orang yang seringnya membantu dibandingkan menyulitkan. Hal ini bisa saja terjadi, mengingat banyaknya hal kejadian bagaimana anak membangkang orangtua atau keluarga.
Beberapa dikarenakan sang anak tidak paham dengan maksud baik orang tua.
Namun, adapula orangtua yang tidak paham dengan maksud baik dari sang anak.



" Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku da kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".

(QS. AL AHQAAF:15)



Tugas seorang anak, adalah berbakti pada orangtuanya, menuruti perintah orangtua selama tak bertentangan dengan syariat Islam. Pergauli mereka berdua dengan santun, dan mendengar adalah komunikasi yang baik dari pada hanya berbicara. Dengarkan baik-baik semua apa yang mereka utarakan --- jikalau memungkinkan katakanlah yang baik menurut kita, jikalau tidak --- dengan kata lain akan memperkeruh suasana. Diam adalah yang terbaik.


Karena perbuatan akan lebih banyak berkata dibandingkan hanya dengan kata-kata --- ucap salah satu motivator. Dan menuruti perkataannya di awal usaha, seperti yang dilakukan seorang motivator Jamil Azzaini, untuk menuruti kehendak orangtua, menjadi Pegawai Negeri Sipil di awal karir yang sebenarnya bercita-cita sebagai pengusaha selama dua tahun. Mungkin yang lain secepatnya mengutarakan dengan memaksa keinginannya, ada pula yang menuruti kemauannya menjadi yang lain dengan cara menolak yang lebih baik dan ada pula yang mengiyakan keinginan orangtua sembari menjelaskan dengan cara yang santun. Hidup, memang pilihan, namun pilihan baik selalu lebih berkah...


Dan jikalau itu tentang keluarga, bagaimana dengan suami/istri, anak, teman dekat atau orang lainnya yang terpercaya. Maka berdakwahlah dengan baik, dengan lemah lembut. Sesungguhnya Allah yang memiliki hati, jikalau Ia berkehendak, siapa yang bisa menghindarinya.