PNS, haruskah?
" Si fulan sudah diangkat ya? Wah sudah jadi orang!"
( jadi, sebelumnya bukan orang dong! hihihi )
Alhamdulillaah, kali ini bisa share lagi ya friends, khusus tentang 'Kenapa PNS dimuliakan rakyat menengah kebawah?'
Kalau tinggal di kota besar, kita nggak mungkin tahu pasti dengan euforia ini. Namun, jika anda bertempat tinggal di pedesaan. Maka, anda bukanlah siapa-siapa ketika belum menjabat menjadi 'PNS'. Begitu pentingnya PNS, sampai-sampai banyak sekali yang berlomba menitipkan amplop dengan angka 0 di belakang nilai yang lumayan menguras sertifikat-sertifikat untuk disampaikan ke Bank atau Badan Peminjaman yang lain (hutang-pen). Sedihnya, bahkan untuk menjabat sebuah titel PNS maka sawah bisa dijual, kambing dan sapi di jual, dan rumah sebagai jaminan tambahan. Tahu nggak? Ada yang bisa menggelontorkan biaya hingga Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Termasuk saya, saat ini. Diprioritaskan untuk menjadi seorang PNS. Why?
Seseorang mengatakan kepada saya:
- PNS selalu mendapatkan gaji bulanan tetap walaupun banyak jam kerja dipakai melalaikan diri.
- PNS mendapatkan akan mendapatkan kemudahan, ketika berniat untuk mengajukan pinjaman ke Bank, selain harta seperti tanah, sawah, rumah dan perhiasan-perabotan. Surat Keputusan (SK) pun bisa dipakai sebagai jaminan peminjaman seorang PNS.
- PNS dapat bisa santai bekerja. Tidak perlu terheboh-heboh seperti Swasta yang bisa di PHK. Maka, kesimpulan sementara saya adalah dalam 'PNS' jarang sekali ada yang di PHK.
- PNS, bisa tenang di masa tua. Jaminan yang diberikan pemerintah pada masa tua, walaupun tidak banyak, namun setidaknya bisa menghidupi sebulan dengan pas-pasan.
- Dan terakhir, di PNS, mudah sekali menganti kwitansi, atau membuat kwitansi baru, dengan selisih pada nilai nominal kwitansi dan dana yang turun bisa masuk kantong pribadi PNS (ko rup si, dibaca KORUPSI)
Alhamdulillah, ya kalo seorang PNS, mau untuk memajukan negeri. Punya visi dan misi untuk memperbaiki negeri tercinta Indonesia. Tapi, sayangnya...
Saat ini PNS yang saya lihat lebih banyak menenteng titel PNS nya dengan dagu terangkat tinggi. Kemudian di mata para orangtua yang dahulunya juga merupakan seorang PNS, pengusaha tidak bernilai sama-sekali. Satu hal yang juga saya perhatikan, ketika tiba masa pembagian uang jaminan PNS masa tua, maka orang-orang yang berkepentingan di dalamnya, baik penerima atau wali penerima akan sangat bangga. Berbondong-bondong bersama ke tempat pembagian dengan muka sangat amat berbangga.
Kontribusi tersendat, dana kegiatan membengkak, saya paham sekali bagaimana kwitansi bisa diacak-acak, cukup dengan meminta pembuat kwitansi menambahkan nilai pada kwitansi, atau membuat kwitansi baru (ini jarang terjadi) atau, dengan teknologi saat ini, ketika laporan kegiatan dibuat dalam softcopy maka sangat mudah mengganti nilai tertera, membuat salinan serupa, dan yang lainnya. Ini memang ada, dan sangat banyak terjadi.
Akhirnya, kontribusi tersendat, dana kegiatan membengkak, apalagi dengan dana pinjaman yang mengharuskan 'modal kembali lebih cepat'. Pinjaman besar untuk satu titel. Kalau nilai yang dikeluarkan mencapai Rp.100.000.000,- dan gaji hanya Rp. 3.000.000,- untuk satu bulan pertama pekerjaan PNS. Maka dengan hanya menaruh harapan pada kenaikan gaji berkala dan kenaikan pangkat, butuh lebih dari 10 tahun untuk menyelesaikan hutang, dengan tetap melihat kebutuhan-kebutuhan bulanan si PNS.
Bagaimana dengan impian memiliki sebuah rumah, menikah, memiliki perhiasan sebagai dana cepat cair saat sulit, memiliki sawah untuk investasi, memiliki deposito naik haji dan banyak sekali keinginan lainnya. Nah, ini dia yang sering saya lihat. Setelah bergumul dengan utang awal sebagai penempatan nama di dalam titel, kemudian pegawai akan mengginginkan pinjaman lain yang tetap bisa diperolehnya dengan menjaminkan SK PNS nya. Kemudian setelah beberapa tahun kemudian, begini... Begitu... dan pinjaman-pinjaman lain.
"Allahumma inni 'auudzubika minal ghalabatiddayni wa qahri rijaal."
Ya Allah aku berlindung dari lilitan hutang dan tekanan orang lain (yang jahat). (HR. Bukhari)
Syukurilah, walau memang banyak PNS 'ugal-ugalan' yang saya deskripsikan seperti di atas. Tetap ada yang baik, berniat majukan negeri tercinta dengan segala usaha dan kemampuan. Tetap ada yang mencita-citakan hidup mulia, dengan harta dan usaha yang halal untuk memenuhi hajat perut dan hajat yang lainnya. Mudah-mudahan saja anda salah satunya.
Menjaga iman termasuk menjaga apa yang masuk ke dalam perut. Termasuk menjaga iman, para aparatur negara yang kokoh menjaga tidak masuknya uang 'bebas pelanggaran' yang anehnya selalu muncul di pojok-pojok jalan ketika tanggal bulanan sudah mulai menua. Walau pun semua orang mengatakan " Dengan menjadi PNS, baru kamu bisa santai kayak saya, masa hidup terjamin dengan gaji bulanan dan tunjangan masa tua, bisa mengajukan pinjaman, dan orang-orang menghormati kamu!" Entah budaya atau hanya kepercayaan mereka saja tentang opini ini, yang pasti di kalangan menengah, PNS menjadi sebuah titel berharga dan layak dibanggakan.
"Alhamdulillah anak saya sudah selesai kuliah, sekarang sudah di angkat di kantor pemerintah ini", ini salah satu kalimat yang pernah saya dengar. Insya Allah jikalau Allah merahmati rejeki kita melewati jalur PNS, maka kita berusaha untuk berbakti pada negara lebih banyak dari banyaknya fasilitas yang diberikan oleh negara.
"Kok anak itu, gak selesai kuliah, kan gak bisa masuk PNS ya, sayang banget kuliahnya dibuang-buang. Padahal sedikit yang mau terima dia jadi honorer PNS." Ini kalimat yang pernah saya dengar juga, agak miris. Yang dibicarakan seorang enterpreneur yang mulai sukses. Punya beberapa usaha seperti warnet di tempat ramai, travel, dan toko kelontong yang pasti menghasilkan harta yang baik. Selain memuliakan PNS, beberapa orang memandang di bawah lutut pekerjaan teman saya ini, padahal dia sukses membawakan pidatonya di seminar enterprenenur di kota saya untuk kalangan yang memang menyukai jalur pengusaha. " Mana ada seminar begituan?! Boong!!!!!" Ini lagi masalah untuk kita para pemudi yang mungkin akan melanjutkan pencarian barakah dunia lewat kepengusahaan.
Akhir kata, Allah lah yang menentukan bagaimana kehidupan kita diputuskan dari ikhtiar-ikhtiar kita. Mau jadi PNS, okeh. Jadi pengusaha pun okeh juga! Maka yang membedakan adalah BARAKAH. Sukses adalah khusnul khatimah, meregang nyawa menghadap Allah azza wajalla dengan kebaikan yang lebih berat dari keburukan. Kebaikan-kebaikan kecil pun tetap diperhitungkan sedari niat. Insya Allah...
Jadi, buat kita semua, jadikan dunia ladang akhirat. Tulisan ini semata-mata saya buat hanya ingin mengutarakan persepsi saya tentang PNS jaman sekarang di mata masyarakat menengah ke bawah. Jikalau ingin berubah, Rasulullah yang mengajarkan kita untuk mencontohkan terlebih dahulu. Jikalau sudah pun jadi PNS, dengan cara di atas, Allah Maha Pengampun pada kita yang meng-update niat jadi lebih baik dan berusaha tidak bergelimang dosa kembali.
Kasih komentar yah, kita berbagi. Tulisan ini masih jauh dari baik, semoga bermanfaat ^^"