Implementasi aplikasi e-Procurement berbasis Web pada situs Pemerintah
1. Pendahuluan
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam menunjang proses bisnis telah menciptakan berbagai peluang dan inovasi. Di sektor telekomunikasi, TIK telah memungkinkan kita mengirimkan pesan singkat melalui fasilitas short message service (SMS).
Masih segar dalam ingatan kita bahwa dulu untuk mengirim pesan singkat kita menghubungi call center dari perusahaan pager, menyampaikan isi pesan kepada operator, untuk kemudian operator mengetikkan dan mengirimkan pesan ke pager teman kita. Konvergensi yang terjadi antara dunia teknologi informasi dengan telekomunikasi telah memungkinkan kita menggunakan fasilitas e-mail, mengakses Internet, melakukan transfer rekening dan banyak hal lainnya dengan menggunakan telepon genggam yang kini harganya lebih murah dari pager. Di sektor perbankan, TIK telah memungkinkan hadirnya Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking, Phone Banking, SMS Banking, yang memberikan banyak pilihan bagi seorang nasabah untuk melakukan transaksi. Penetrasi teknologi khususnya TIK telah hadir dalam berbagai bentuk dan semakin menyentuh banyak aspek kehidupan kita sehingga pada akhirnya kita menerimanya sebagai sebuah keniscayaan, sebagai suatu hal yang tidak bisa kita hindari karena sudah menjadi bagian dari kehidupan kita.
TIK juga diharapkan dapat menghadirkan berbagai inovasi untuk meningkatkan kualitas pemerintah dalam melayani masyarakat umum, masyarakat bisnis, dan juga sesama lembaga pemerintah. Kritikan yang dilontarkan terhadap layanan pemerintah seperti misalnya ungkapan “kalau bisa dibuat susahmengapa mesti dibuat mudah” adalah cermin harapan masyarakat agar layanan pemerintah dapat lebih cepat, lebih mudah, lebih profesional, dan lebih transparan. Pemanfaatan TIK dalam proses pemerintahan juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. TIK juga diharapkan dapat menggiring transformasi budaya kerja yang lebih berfokus kepada masyarakat dan tidak lagi terlalu fokus kepada pemerintah.
2. Definisi
Pengadaan (Procurement) adalah proses antarorganisasi yang dilakukan oleh dua peran: pembeli dan penjual dengan tujuan si pembeli membeli barang atau jasa dari penjual. Hal ini dikerjakan dengan adanya pertukaran berbagai dokument, diikuti dengan pertukaran barang dan uang. Terdapat perbedaan yang cukup jelas antara pengdaan dengan pembelian, dimana pembelian hanyalah semata-mata aktifitas pembayaran barang dan jasa.
Sementara pengadaan, selain proses pembelian, berbicara lebih jauh yang dapat dipandang sebagai sebuah siklus. Siklus tersebut dapat dipandang sebagai serangkaian peristiwa permintaan barang, persetujuan, hingga ke proses pembayarannya.
Aktifitas pengadaan dapat dibedakan menjadi dua poin utama :
(1) Pengadaan Tidak Langsung (Indirect Procurement) , merupakan proses pengadaan untuk komoditi yang tidak menghasilkan barang jadi. Meliputi dua jenis barang : barang-barang keperluan kantor (Operating ResourceManagement – ORM) dan barang-barang keperluan pemeliharaan (Maintenance, Repair, and Operation – MRO
(2) Pengadaan Langsung (Direct procurement)
Meliputi komoditi yang berkaitan secara langsung untuk menghasilkan produk jadi. Contoh pengadaan langsung antara lain pengadaan gas alam untuk pabrikasi pupuk, pengadaan besi untuk pengolahan baja, dan lainnya.
Pengadaan MRO (Maintenance, Repair, and Operation) terdiri dari urutan peristiwa-peristiwa berikut:
1. Pencarian Katalog
2. Membandingkan Barang
3. Membuat permintaan
4. Menyetujui permintaan
5. Memesan Barang
6. Memenuhi Order
7. Membayar pemasok
Elektronik Pengadaan (E-Procurement) adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK dalam melaksanakan hubungan pengadaan dengan para pemasok untuk memperoleh barang, jasa, informasi dan lain-lain. E-procurement dilakukan dengan aplikasi perangkat lunak yang mencakup fitur untuk manajemen pemasok berbasiskan Internet. karena E-Procurement berbasis internet yang berarti dapat diakses kapan saja dan di mana saja tanpa batasan waktu dan tempat. Hal ini sangat menguntungkan karena sangat pleksible dan dapat meningkatkan aksesibilitas tender yang akan menyebabkan semakin banyaknya transaksi yang mungkin terjadi.
Selain barang dan jasa terdapat pula sistem-sistem informasi dan jaringan lain, seperti Electronic Data Interchange (EDI) dan Enterprise Resource Planning (ERP). Sebagai sebuah bagian penting dari banyak situs B2B, e-procurement juga kadang disebutkan oleh istilah-istilah lain misalnya supplier exchange. Secara khusus, situs-situs web e-procurement memungkinkan user yang memenuhi syarat dan terdaftar untuk mencari para pembeli atau penjual barang dan jasa. Tergantung pada pendekatannya, para pembeli atau penjual dapat menentukan harga atau mengundang tawaran. Transaksi-transaksi dapat dimulai dan diakhiri. Pembelian yang sedang berjalan dapat memenuhi permintaan customer untuk diskon jumlah atau penawaran khusus. Software e-procurement memungkinkan otomatisasi beberapa pembelian dan penjualan. Perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi berharap dapat mengendalikan inventori-inventori secara lebih efektif, mengurangi biaya pembelian agen, dan meningkatkan siklus manufaktur. E-procurement diharapkan dapat diintegrasikan dengan tren Supply Chain Management yang terkomputerisasi.
Keuntungan E-Procurement :
ü Mengurangi biaya pembelian barang atau jasa
ü Menghemat waktu proses pembelian /transaksi
ü Mengurangi biaya administrasi
ü Menunjang penerapan pembelian tepat waktu (just-in-time)
ü Menunjang pelaksanaan manajemen rantai pasokan (supply chain management)
Jenis E-Procurement :
1. Web-based ERP (Enterprise Resource Planning
2. e-MRO (Maintenance, Repair and Overhaul)
3. e-sourcing
4. e-tendering
5. e-reverse auctioning
6. e-informing
7. e-marketsites
3. Implementasi e-Procurement berbasis Web pada situs Pemerintah
Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik, seperti tertera dalam Pasal 5 UU Pelayanan Publik. Pemerintah telah memberikan perhatian serius berkaitan dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kehadiran Keppres tersebut diharapkan membuat pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi lebih efisien, efektif, terbuka, bersaing, transparan, adil, serta akuntabel. Keppres tersebut menjadi standar regulasi di bidang pengadaan bagi seluruh lembaga pemerintah di seluruh wilayah hukum negara Republik Indonesia. Sama seperti penyelenggaraan pelayanan publik lainnya, pengadaan pemerintah dapat diselenggarakan secara konvensional atau dengan memanfaatkan teknologi. Selama ini, pengadaan pemerintah yang dilakukan secara konvensional dinilai memiliki beberapa kelemahan . Kelemahan pertama terkait dengan transparansi.
Pengadaan konvensional dinilai tidak memberi informasi tentang seluruh pemasok potensial kepada unit pengadaan. Pengadaan konvensional juga dinilai tidak menyediakan mekanisme pengawasan kepada khalayak umum. Akibatnya, persaingan menjadi terbatas, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi melemah, terjadi eksklusi terhadap pemasok potensial dan pemberian hak khusus terhadap pemasok tertentu. Kondisi pengadaan di Indonesia memberikan fakta bahwa dari 4,2 juta perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam sector pengadaan barang/jasa pemerintah, hanya 3,5 persen (150.000) yang terlibat .
Seiring dengan pertumbuhan dan makin beragamnya ekonomi negara, pada akhirnya jumlah pemasok potensial pun semakin bertambah. Di sisi lain, pemerintah terus berkembang dan makin terdesentralisasi, lembaga pemerintah melakukan pengadaan pada waktu dan lokasi yang berbeda. Kemungkinan bahwa pasokan dan kebutuhan (supply and demand) akan saling cocok menjadi terbatas, dan pada akhirnya lembaga akan meminta penawaran, membeli barang, dan mengontrak jasa dari sekumpulan pemasok yang mereka kenal. Jumlah penawar untuk peluang tersebut pun juga terbatas meski mereka telah mengetahui kebutuhan lembaga. Situasi ini menimbulkan pertanyaan dari sisi keadilan proses pengadaan dan memunculkan kebutuhan akan mekanisme pengukuran dan pengawasan yang lebih ketat.
Kurangnya transparansi mengurangi kredibilitas proses pengadaan, mengurangi kepercayaan masyarakat umum, dan membuatnya rentan korupsi. Hal ini bertentangan dengan keinginan Indonesia untuk memberantas korupsi seperti yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Ruang lingkup kompetisi yang terbatas dan prosedur pengawasan yang lebih ketat membuat proses pengadaan menjadi kurang efisien (kelemahan kedua), yang akhirnya membuat waktu pengiriman (delivery time) menjadi lebih lama dan biaya menjadi lebih mahal, baik bagi pemerintah maupun pemasok.
Harga barang/jasa yang diperlukan menjadi lebih tinggi. Di beberapa negara, biaya administratif terkait dengan pengadaan bahkan lebih mahal dari biaya produk atau jasa yang dibeli. Kekurangan dari sisi efisiensi dan transparansi seperti tergambar di atas membuat pengadaan pemerintah kurang berfungsi sebagai perangkat untuk memajukan pembangunan (kelemahan ketiga) mengingat operasi pengadaan yang ada mengurangi efektivitas program dan proyek pemerintah serta kurang berkontribusi terhadap produktivitas dan pertumbuhan yang seimbang. Selain itu, prosedur pengadaan yang ada lebih berpusat pada pemasok dan kawasan yang memiliki kekuatan negosiasi yang lebih, ketimbang berpihak pada sektor usaha kecil menengah (UKM) atau pembangunan daerah.
Inovasi layanan pengadaan dengan memanfaatkan TIK diharapkan dapat mengatasi permasalahan di atas seperti halnya TIK membantu mempercepat dan mengefisienkan penyelenggaraan pelayanan publik lainnya. Pengadaan secara elektronik (e-procurement) bagi pemerintah diharapkan tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga memberikan efisiensi yaitu dalam hal harga yang lebih rendah, biaya transaksi yang lebih murah, layanan publik yang lebih baik, dan siklus pengadaan yang lebih pendek . Selain sebagai alat bantu efektif untuk mengurangi korupsi, e-procurement juga meningkatkan produktivitas tidak hanya pada pemerintah tetapi juga kepada usaha kecil dan menengah (UKM) .
e-Procurement juga meningkatkan kinerja organisasi terhadap beberapa hal yaitu untuk mendapatkan produk berkualitas dengan harga yang tepat, yang kemudian dikirimkan pada saat yang tepat, dengan jumlah dan dari sumber yang tepat. Kemauan politik pemerintah akan pentingnya e-procurement secara eksplisit dinyatakan oleh pemerintah semenjak dikeluarkannya Inpres No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government dimana dalam Lampiran I disebutkan bahwa e-procurement dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah.
Selanjutnya dalam Inpres No. 5 Tahun 2003 tentang Kebijakan Ekonomi Selama dan setelah Program Kerjasama dengan IMF (International Monetary Fund) disebutkan bahwa sebagai bagian dari Program Stabilitas Ekonomi Makro – Rencana Tindak Kebijakan Peningkatan Efisiensi Belanja Negara, empat instansi yaitu Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian diwajibkan mengembangkan dan mengimplementasikan e-procurement.
Keppres No 80 Tahun 2003 juga menyebutkan e-procurement bahwa dalam menyikapi era globalisasi, pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat menggunakan sarana lektronik. Pelaksanaan e-procurement disesuaikan dengan kepentingan pengguna barang/jasa dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya dalam Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi diinstruksikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perkonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/Bappenas untuk melakukan kajian dan uji coba pelaksanaan sistem e-procurement yang dapat digunakan bersama oleh Instansi Pemerintah.
Di akhir tahun 2006, dikeluarkan Perpres No. 20 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan TIK Nasional (DeTIKNas) yang mengemban empat tugas, yaitu:
§ Merumuskan kebijakan umum dan arahan strategis pembangunan nasional, terkait pendayagunaan TIK;
§ Melakukan pengkajian dalam menetapkan langkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam rangka pengembangan TIK;
§ Melakukan koordinasi nasional dengan Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Dunia Usaha, Lembaga Profesional, dan komunitas TIK, serta masyarakat pada umumnya dalam rangka pengembangan TIK; dan
§ Memberikan persetujuan atas pelaksanaan program TIK yang bersifat lintas kementerian agar efektif dan efisien.
Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pengadaan barang/jasa pemerintah perlu dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien serta mengutamakan penerapan beberapa prinsip pokok yaitu persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak. Untuk itu diperlukan perencanaan, pengembangan, dan penyusunan strategi; penentuan kebijakan; serta aturan perundangan pengadaan barang/ jasa pemerintah, yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan lingkungan, baik internal maupun eksternal, yang berkelanjutan, berkala, terpadu, terarah dan terkoordinasi.
Atas dasar itulah, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Perpres No. 106 Tahun 2007 untuk membentuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) yang sudah diamanatkan sebelumnya dalam Keppres No. 80 Tahun 2003. Sementara LKPP belum terbentuk, pengembangan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah tadinya ditangani oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik – Bappenas. LKPP adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden namun dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
LKPP dibentuk berdasarkan pertimbangan bahwa cakupan pengadaan barang/jasa pemerintah bersifat lintas institusi dan lintas sector serta berdampak langsung terhadap
pengembangan usaha kecil, produksi dalam negeri, dan pengembangan iklim dan dunia usaha pada umumnya.
Kehadiran LKPP diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyusun dan merumuskan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pembinaan sumber daya manusia. LKPP juga diberi tugas untuk mengembangkan sistem informasi serta melakukan pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Selain itu, LKPP juga diberi tugas untuk melakukan bimbingan teknis, advokasi dan bantuan hukum.
Dalam hal penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik, LKPP telah mengembangkan sistem aplikasi e-procurement dengan berlandaskan kepada Keppres No. 80 Tahun 2003. Selanjutnya, penggunaan aplikasi tersebut diperluas dengan peran serta dan kerjasama dengan berbagai pihak dengan membentuk Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di berbagai instansi.
LPSE adalah unit yang melayani proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik. Aplikasi yang digunakan oleh LPSE di seluruh Indonesia dikembangkan oleh LKPP. Aplikasi yang dikembangkan bersifat kode sumber terbuka, bebas lisensi, bebas biaya, tidak bergantung kepada merk tertentu, dan mendapatkan dukungan penuh dari LKPP untuk pelatihan maupun pendampingan. Selain sebagai pengelola sistem e-procurement, LPSE juga berfungsi untuk menyediakan pelatihan, akses Internet, dan bantuan teknis dalam mengoperasikan sistem e-procurement kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/panitia serta penyedia barang/jasa. LPSE juga melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap penyedia barang/jasa.
Tampilan halaman website e-Procurement beberapa instansi pemerintah:
1. Kementrian Luar Negeri
2. Pertamina
Alamat : www.eproc.pertamina.com
3. PLN
Alamat : www.eproc.pln.co.id
4. Kementrian Pekerjaan Umum
Alamat: www.eproc.pu.go.id
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi secara eksplisit juga menyatakan bahwa pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, TIK serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.
Sebagai bagian dari pelayanan publik, pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sering mendapatkan sorotan di berbagai media. Banyak pejabat pemerintah yang terpaksa harus berhadapan dengan penegak hukum sebagai akibat dari tidak diikutinya ketentuan pengadaan yang ada. Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat permasalahan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah secara konvensional (tanpa elektronik), seperti misalnya pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan , pengadaan mobil pemadam kebakaran yang melibatkan berbagai instansi pusat dan daerah , pengadaan kapal patroli di Kementerian Perhubungan , pengadaan helikopter di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) , serta pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan . Sejak komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada, sebanyak 50 perkara pengadaan barang/ jasa pemerintah sudah ditangani (lihat Box 2) dengan total nilai proyek mencapai Rp 1,9 triliun. Dari 50 perkara tersebut, rata-rata 35 persen dari anggaran berpotensi diselewengkan, yang nilainya mencapai Rp 689,19 miliar .
Pengadaan pemerintah telah melewati sejarah panjang dan berbagai bentuk penyimpangan telah teridentifikasi, yaitu diantaranya :
• Pengadaan secara arisan dan adanya kick-back selama proses pengadaan;
• Melakukan suap untuk memenangkan pengadaan;
• Proses pengadaan yang tidak transparan;
• Pengelola proyek tidak mengumumkan rencana pengadaan;
• Pemasok mematok harga yang lebih tinggi (mark-up);
• Memenangkan perusahaan saudara, kerabat, atau kelompok tertentu;
• Tidak membuka akses bagi peserta dari daerah sekitarnya;
• Mencantumkan spesifikasi teknis yang hanya dapat dipasok oleh satu pelaku usaha tertentu;
• Adanya pemasok yang tidak memenuhi kelengkapan administrasi namun tetap dapat ikut pengadaan dan bahkan menang;
• Menggunakan metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah yang tidak seharusnya untuk mencapai maksud tertentu seperti menggunakan metoda penunjukan langsung dengan tidak menghiraukan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sektor pengadaan memegang porsi yang cukup besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang jumlahnya terus berkembang dari tahun ke tahun. Dalam APBN 2009, total Belanja Negara adalah sebesar Rp 1037 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 443 triliun adalah
merupakan Belanja Pemerintah Pusat dan Rp 594 triliun mengalir ke daerah. Total nilai belanja yang melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebesar Rp 347 triliun atau sekitar 33,4 persen dari total, dimana Rp 180 triliun merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat, dan Rp 167 triliun adalah Belanja Daerah . Jika dikaitkan dengan hasil laporan Bank Dunia,
maka potensi kebocoran pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebesar Rp 69,4 triliun.
Manfaat Lebih Jauh dari e-procurement
Pemanfaatan e-procurement juga menunjukkan bahwa:
· Teknologi juga dapat berkontribusi membenahi berbagai persoalan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah yang mungkin sulit dicapai jika kita hanya berfokus pada aspek reformasi birokrasi yang telah disebutkan di atas (kelembagaan, SDM, tata laksana, pengawasan dan akuntabilitas, serta pelayanan publik).
· e-Procurement memperluas akses pasar dan membantu menciptakan persaingan sehat (transparansi, harga yang lebih baik, dan pola interaksi yang lebih baik).
· Teknologi memungkinkan penyedia barang/jasa pemerintah di sebuah daerah, dengan hanya sekali mendaftarkan diri, mendapatkan akses pasar yang lebih luas, yaitu dalam hal ini seluruh Indonesia, untuk kemudian melakukan persaingan secara sehat dan terbuka.
· Pengusaha besar dan pengusaha kecil mendapatkan informasi peluang pasar yang sama dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk memenangkan peluang tersebut. dan nyaman.
· Rasa aman karena proses pengadaan mengikuti ketentuan yang diatur secara elektronik dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, sehingga pemenang adalah penyedia barang/jasa yang telah mengikuti kompetisi dengan adil dan terbuka.
· Jumlah peserta pengadaan yang bertambah akan meningkatkan persaingan yang mengakibatkan penawaran mencapai harga pasar yang sesungguhnya.
· Risiko panitia menjadi berkurang karena teknologi membantu mengurangi kemungkinan kesalahan prosedur baik yang disengaja maupun tidak. Pada akhirnya, masing-masing pihak merasa nyaman berkat bantuan e-procurement.
· Kenyamanan yang diberikan juga dapat dilihat dari menurunnya jumlah sanggah sejak digunakannya e-procurement.
· Teknologi juga turut berperan mengubah ‘budaya kerja’ aparatur negara yang terlibat. Pengaturan jadwal dan waktu yang ketat membuat tidak ada lagi toleransi terhadap keterlambatan. Konsekuensinya, semua pihak yang terlibat harus mengubah budaya kerja mereka untuk disiplin memenuhi tenggat waktu yang telah ditetapkan.
· Selain pengaturan jadwal dan waktu, teknologi juga membantu memastikan bahwa semua persyaratan, ketentuan, dan proses dipenuhi serta ditaati.
· Selain memberikan perubahan budaya kerja aparatur negara, e-procurement juga berperan mengubah sikap para pelaku usaha untuk dapat terus meningkatkan kompetensinya. Dalam setiap proses pengadaan, pelaku usaha akan selalu mengetahui mengapa mereka tidak berhasil memenangkan sebuah paket pengadaan.
· Pelaku usaha yang baik akan terus berusaha memperbaiki diri untuk dapat memperbesar kemungkinan memenangkan paket pengadaan di kemudian hari.
· e-Procurement juga berdampak terhadap interaksi yang terjadi antara pelaku usaha dengan pemerintah. Jika di masa lalu, pelaku usaha perlu sering mendatangi instansi pemerintah di masing-masing sektor dan mendekati pihak yang terkait untuk mendapatkan informasi tentang peluang pengadaan, maka kini informasi tersebut telah tersedia dalam sistem.
· Perubahan cara berinteraksi dimana frekuensi komunikasi melalui sistem e-procurement meningkat sedangkan frekuensi tatap muka menjadi jauh berkurang.
· e-Procurement juga memberikan manfaat lain diluar yang diperkirakan. Sebagai contoh, seluruh proses pengadaan, mulai dari pengumuman sampai dengan penetapan pemenang, tercatat dalam sistem. Akibatnya, setiap kegiatan yang tercantum sebagai item pengadaan secara tidak langsung mencerminkan aktivitas yang dilakukan oleh unit organisasi tersebut.
· Pimpinan juga dapat menggunakan sistem ini untuk mengetahui jumlah kegiatan yang telah dilaksanakan, sedang dalam proses pelaksanaan, maupun yang akan dilaksanakan. Secara tidak langsung, hal ini tentunya juga menunjukkan kinerja organisasi yang dipimpinnya.
· Selain kinerja organisasi, e-procurement juga dapat digunakan sebagai sarana untuk monitoring dan evaluasi (monev) atas indikator kinerja pengadaan barang/ jasa pemerintah yang dapat ditinjau dari beberapa kategori
e-Procurement juga meningkatkan perhatian terhadap fasilitas TI. Sifat e-procurement yang lintas sector menuntut penyediaan fasilitas TI yang mencukupi kebutuhan setiap unit organisasi dalam menyelenggarakan proses pengadaan. Ketika sistem yang ada tidak dapat digunakan oleh pihak yang terkait dengan proses pengadaan, tentunya akan menimbulkan keluhan. Dari sisi panitia pengadaan, ketidaktersediaan sistem akan mengganggu proses pencantuman pengadaan beserta dokumen penunjangnya. Dari sisi
pelaku usaha, ketidaktersediaan sistem akan mengganggu proses pengunduhan dokumen pengadaan, dan pengunggahan dokumen penawaran.
Oleh karenanya, e-procurement menuntut organisasi untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam pengelolaan sistem TI. e-Procurement juga mengajak pihak yang terlibat untuk lebih mengenal dan mengerti TI. Panitia pengadaan dituntut mampu menggunakan teknologi TI dalam mengoperasikan sistem e-procurement. Pelaku usaha wajib menggunakan teknologi yang ada jika ingin berpartisipasi dalam kegiatan pengadaan. Tekonologi menjadi sebuah keniscayaan untuk dimanfaatkan.
Walaupun banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan e-procurement seperti telah dijelaskan sebelumnya, tidak berarti bahwa implementasi e-procurement mulus tanpa kendala. Sebagai bagian dari inisiatif e-government, kesuksesan implementasi e-procurement juga ditentukan oleh beberapa faktor berikut :
• e-Leadership:
Implementasi e-procurement membutuhkan komitmen dan dukungan penuh dari pimpinan.
• Transformasi pola pikir dan pola tindak:
implementasi e-procurement memerlukan perubahan perilaku dan mental dari seluruh pihak yang terkait. Hadirnya teknologi telah mengurangi kemungkinan adanya perilaku pengadaan yang menyimpang dari ketentuan yang ada, dan ini seringkali menjadi salah satu faktor penyebab penolakan terhadap teknologi tersebut.
• Jumlah dan mutu sumber daya manusia (SDM):
Implementasi e-procurement membutuhkan jumlah SDM yang memadai. Tidak hanya dari sisi jumlah yang harus diperhatikan, namun juga dari sisi kompetensi yang mereka miliki.
• Ketersediaan infrastruktur:
Infrastruktur yang dimaksud disini mencakup banyak hal, dari mulai perangkat keras, piranti lunak, sampai kepada jaringan komunikasi dan sarana fisik lainnya.
Strategi Pengembangan
Menghadapi berbagai tantangan yang telah disebutkan di bagian sebelumnya, diperlukan strategi pengembangan yang tepat agar implementasi e-procurement berhasil dan berkelanjutan. Untuk itu, LKPP telah menempuh langkah berikut :
4. Membangun Komitmen
Dua faktor kesuksesan yang disebut kan di atas (yaitu, e-leadership dan perubahan pola pikir dan pola tindak) dapat diatasi dengan melakukan serangkaian sosialisasi, diskusi, dan lobi.
5. Peningkatan Kapasitas SDM
Beberapa agen perubahan kemudian dipilih untuk diberikan pendidikan dan pelatihan terkait proses pengadaan dan penggunaan aplikasi e-procurement.
6. Pengembangan Infrastruktur TI
Strategi Implementasi
Implementasi e-procurement yang terpusat dan dikelola oleh lembaga tunggal seperti yang dilakukan Singapura dan Korea Selatan adalah pilihan yang tepat bagi kedua Negara tersebut dengan melihat pada kondisi geografis, politik, kesenjangan digital,
dan infrastruktur TI mereka.
Namun demikian, kondisi mereka berbeda dengan Indonesia. Kondisi geografis negara yang terdiri dari ribuan pulau, kondisi infrastruktur TI yang tidak merata, dan masih adanya masalah kesenjangan digital, serta kondisi politik di Indonesia, membuat LKPP memilih strategi implementasi e-procurement secara tersebar-dan-otonom.
Pilihan strategi tersebar-dan-otonom juga diambil dengan mempertimbangkan hal berikut:
• Kapasitas dan Kapabilitas SDM.
• Registrasi dan Manajemen Vendor.
• Biaya Investasi Bertahap.
• Proses Internalisasi.
Strategi Implementasi :
• Inisiatif Penerapan. Berkaca dari kegagalan implementasi TIK di beberapa tempat, salah satu factor yang sering menjadi penyebab kegagalan implementasi TIK adalah ketika inisiatif tersebut dilakukan atas prinsip supply (diberikan) dan bukan karena demand (dibutuhkan). Implementasi e-procurement di Indonesia merupakan kegiatan implementasi TIK yang bersifat nasional, namun program ini didahului dengan membangun kebutuhan dari instansi.
• Karakteristik Pasar Pengadaan. Jika kita melihat karakteristik para penyedia barang/jasa di Indonesia, sebanyak 90 persen berusaha dalam kota yang sama, hanya 9 persen yang berani bergerak ke luar kota, dan hanya 1 persen yang bergerak secara nasional, maka transaksi data yang terjadi akan lebih banyak bersifat lokal sehingga sistem tersebar-dan-otonom lebih cocok ketimbang sistem terpusat.
• Karakteristik dasar Internet. Internet memiliki karakteristik dasar dimana setiap pihak dapat membangun sistemnya secara otonom untuk kemudian menghubungkannya ke jaringan yang lebih global.
• Publikasi: Tingkatan ini ditandai ketika semua pihak dapat melihat semua proses. Informasi dapat diakses dengan mudah karena data telah disederhanakan, diintegrasikan dan distandarisasikan. Partisipan pengadaan dapat terus terinformasikan dan melakukan pengawasan. Dengan publikasi, maka transparansi dan akuntabilitas juga lebih terlihat.
• Interaksi: Di tingkat interaksi, terjadi pertukaran informasi yang cerdas dan mengikuti urutan. Pengumpulan informasi dilakukan ketika terjadi operasi, tidak hanya berupa laporan sesudah kejadian. Ini meningkatkan keabsahan dan mengurangi biaya
• Transaksi: Pada tingkatan ini, selain penyediaan informasi seperti yang terjadi di tingkatan interaksi, barang dan jasa diperjualbelikan secara bersaing dengan ditunjang sistem pasokan (supply), permintaan (demand), dan pembayaran.
• Transformasi: Di tingkatan paling akhir ini, terjadi perubahan besar di masyarakat terhadap banyak aspek. Sektor publik dan swasta mengalami reorganisasi. Proses sosial dan ekonomi mengalami perubahan dan akibatnya struktur jabatan-pun ikut berubah. Layanan menjadi lebih terintegrasi, rantai nilai berubah, dan muncul layanan-layanan baru. Hubungan sosial ikut berubah sehingga juga terjadi perubahan interaksi orangke- orang, orang-ke-organisasi maupun organisasi-ke-organisasi.
Dukungan dari berbagai pihak :
1. Dukungan dari Lembaga Sandi Negara
Keamanan informasi yang merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada dalam implementasi e-procurement, maka e-procurement mendapat dukungan dari lembaga sandi Negara dengan bekerja sama untuk menciptakan fitur enkripsi pada aplikasi ini, sehingga lebih aman dari pembobolan password dan data.
2. Dukungan dari BPKP
Berawal dari potensi manfaat di atas, bersama dengan BPKP, LKPP mengembangkan Sistem Audit yang akan menjadi alat bagi auditor dalam memeriksa proses pengadaan. Sistem ini memberikan rincian informasi terkait aktivitas di setiap tahapan proses pengadaan. Sistem ini dapat diakses online oleh seorang auditor dari manapun dan kapanpun selama masih terhubung dengan Internet. Adanya fasilitas audit dalam e-procurement akan memastikan kecukupan pengendalian intern di dalam sistem e-procurement dan juga memastikan bahwa proses pengadaan telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku. Dari sisi BPKP sendiri, Sistem Audit dalam aplikasi e-procurement merupakan perwujudan konsep e-Audit yang merupakan bagian dari Kerangka Pengembangan Sistem Informasi BPKP (BPKP Enterprise System-BEST). e-Audit masuk dalam kategori Aplikasi Lanjutan yang diharapkan dapat membantu seorang auditor dalam melakukan kegiatan auditing secara elektronik.
3. Dukungan dari KPK
Pengadaan barang/jasa pemerintah berpotensi memberikan penghematan anggaran belanja negara, namun juga rawan dengan tindakan korupsi. Potensi korupsi terjadi jika pengadaan barang/jasa yang melibatkan pemerintah selaku penyedia anggaran, vendor sebagai penyedia barang, dan konsultan selaku penyedia jasa, dan masyarakat sebagai penerima manfaat, tidak dikawal dengan sistem pengadaan barang/ jasa yang baik dan benar. Penggunaan sistem pengadaan barang/jasa yang baik diharapkan dapat ikut mencegah terjadinya korupsi.
4. Dukungan dari Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi juga berperan dalam mendukung implementasi e-procurement. Universitas Diponegoro, Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Negeri Medan telah ikut serta mendukung LKPP dalam hal kegiatan pelatihan dan instalasi.
5. Dukungan dari Kemitraan
LKPP juga mendapat dukungan dari Kemitraan (Partnership for Government Reform). Bersama dengan LKPP, Kemitraan juga telah menulis buku yang berjudul ‘e-Procurement di Indonesia: Pengembangan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara Elektronik’.
6. Dukungan dari Millennium Challenge Corporation (MCC) dan United States Agency for International Development (USAID)
Lembaga internasional seperti MCC dan USAID juga turut berkontribusi dalam memajukan e-procurement di Indonesia. Di tahun 2008, melalui programMCC ICCP (The Millennium Challenge Corporation Threshold Program Indonesia Control of Corruption Project) , merekan membantu pengembangan LPSE di lima provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Barat sebagai daerah percontohan.
7. Dukungan dari Asian Development Bank (ADB)
8. Dukungan dari Pemerintah Korea Selatan
Pemerintah Korea Selatan juga telah menunjukkan ketertarikan akan program implementasi e-procurement yang dilakukan oleh LKPP. Mereka telah memfasilitasi kegiatan benchmarking implementasi e-procurement di Korea Selatan dan alih pengetahuan tentang pengelolaan e-procurement secara umum .
Banyak inisiatif TIK telah dan sedang dilakukan di Indonesia. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mempunyai inisiatif skala besar terkait dengan program Jaringan Pendidikan Nasional (JarDikNas) . Kementerian Agama mempunyai program terkait dengan sistem informasi untuk mendukung kegiatan haji (SISKOHAT) . Kementerian Keuangan sedang membangun sistem informasi yang menunjang perbendaharaan dan penganggaran keuangan negara. Beberapa instansi pemerintah sedang bekerja sama membangun sistem informasi penunjang kegiatan ekspor impor (National Single Window) , Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang berupaya membangun Warung Masyarakat Informasi (Warmasif) di banyak daerah di Indonesia .
Dari sekian banyak program TIK di Indonesia, tentunya ada yang gagal dan ada yang sukses. Dengan melihat besarnya manfaat dari e-procurement yang telah diulas di bagian sebelumnya, kita tidak ingin melihat implementasi e-procurement di Indonesia menjadi salah satu contoh=[Akegagalan implementasi TIK di Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan serangkaian langkah pengembangan ke depan agar implementasi e-procurement semakin menyebar dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan negara. Pengembangan yang dapat dilakukan diantaranya adalah pengembangan regulasi, kerjasama dengan lebih banyak pihak, mengambil langkah strategis menuju satu pasar pengadaan, serta strategi keberlanjutan LPSE.
Melibatkan Lebih Banyak Pihak
Meski telah didukung oleh banyak pihak, namun implementasi e-procurement di Indonesia masih memerlukan dukungan dari lebih banyak pihak, sebagai contoh:
• Bank
Pengadaan barang/jasa tentunya melibatkan tahapan pembayaran. Fasilitas e-procurement saat ini hanya mendukung proses pengadaan namun belum mencakup fasilitas pembayaran ke penyedia barang/jasa. Implementasi fitur pembayaran tentunya memerlukan dukungan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya.
• Kementerian Perindustrian
Kerja sama dengan Kementerian Perindustrian diharapkan mendorong industri dalam negeri untuk terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Selain itu, ketika nanti fasilitas e-Catalogue berkembang, maka tentunya diperlukan standardisasi dari kode barang serta karakteristik dari barang yang dimaksud. Adanya standardisasi barang tentunya akan mempermudah penyatuan kebutuhan dari berbagai instansi yang menggunakan e-Catalogue
• Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah diharapkan dapat mendorong Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Sebagai contoh, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dapat berperan memfasilitasi Usaha Kecil dan Menengah untuk mendapatkan akses kepada sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik.
• Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan
Sektor pajak termasuk yang aktif memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang proses pelayanan perpajakan. Layanan e-tax dan e-filing adalah contoh inovasi pelayanan public yang dihadirkan untuk lebih melayani masyarakat. Sistem e-procurement saat ini belum terhubung dengan sistem pajak
• Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
Jika sistem e-procurement terhubung dengan sistem administrasi kependudukan maka pengecekan akan dapat dilakukan dengan otomatis. Dengan dukungan dari lebih banyak pihak, maka e-procurement dapat menjadi garda depan integrasi dari berbagai inisiatif e-government di Indonesia.
Menuju Satu Pasar Pengadaan Nasional
Tingkat penyebaran LPSE di tahun 2009 baru mencakup 19 Provinsi dan 48 Instansi. Hadirnya LPSE merupakan hasil komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan di lingkungan kerja pengadaan. Pendekatan yang bersifat memberi dukungan dan memberdayakan (empowering) terbukti lebih efektif secara operasional dibandingkan dengan pendekatan yang bersifat instruksional dan/atau pengaturan. Dari hasil tersebut,
LKPP optimis pada tahun 2012 semua instansi akan dapat melaksanakan pengadaan secara elektronik mengingat cakupan layanan pengadaan secara elektronik telah menyebar di lebih dari 50 persen wilayah provinsi.
Ketika LPSE telah tersebar di banyak wilayah, selanjutnya dapat dilakukan pengelompokan pasar berdasarkan wilayah untuk kemudian ditingkatkan lagi menjadi ‘satu pasar’ nasional. Secara bertahap, seluruh wilayah yang terjangkau oleh infrastruktur
Internet akan dapat mengakses sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik yang menjadi satu kesatuan sistem walaupun pengelolaannya otonom oleh masing-masing daerah.
7. Penutup
Strategi implementasi e-procurement di Indonesia yang tersebar-dan-otonom kini telah menjangkau lebih dari separuh jumlah provinsi di Indonesia. Dukungan dari banyak pihak yang terus mengalir telah menjadikan inisiatif ini sebuah gerakan masif yang berkembang cepat dalam satu setengah tahun terakhir ini. Di satu sisi, perkembangan tersebut memberikan dampak sangat positif untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam meningkatkan peran TIK untuk pembangunan. Namun di sisi lain, hal ini memberikan konsekuensi dimana perangkat pendukung implementasi e-procurement juga perlu disiapkan untuk mengiringi kelajuan perkembangannya. Regulasi, penambahan fitur, dukungan dari lebih banyak pihak, dan strategi keberlanjutan adalah sebagian dari isu yang perlu diperhatikan agar kemajuan e-procurement memberikan manfaat pembangunan yang lebih optimal. Pada akhirnya, karena pengadaan barang/jasa pemerintah adalah salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik, maka yang harus paling diuntungkan dari keseluruhan inisiatif ini adalah publik itu sendiri.
8. Daftar Pustaka
1. Ritchi, Hamzah. “ARSITEKTUR INFORMASI UNTUK E-PROCUREMENT PERSEDIAAN MAINTENANCE, REPAIR AND OPERATION BERBASIS TOGAF DAN ZACHMAN”.
2. LKPP, “ Implementasi e-Procurement sebagai Pelayanan Publik” 2009.