Ketika belum bisa meng-Undang ^^"
Assalamu'alaikum,
Senang bersama di blog, dikala rembulan sedang bulat bersinar seperti mutiara lautan, alhamdulillah, alhamdulillah 'alaa kulli haal, seharian tepar tak berdaya di tempat tidur, hanya turun beli obat, makan, nemenin ua duduk, buang hadats dan shalat.

Sebenernya mau cerita apa sih, Mar?
Haha, sebenernya mau cerita tentang saat ini saya banyak sekali sudah menghadiri undangan teman-teman saya, dimulai dari beberapa tahun lalu sampai dengan tahun ini yang hampir beberapa diantaranya lebih muda dari saya. Jadi, nyambung ya kalau saya bilang, "ketika belum bisa meng-undang", hanya bisa diundang.
Undangan apa? Penikahan maksud saya.
Mom, adalah orang pertama yang sangat tahu tentang saya, dimulai dari awal saya lahir ke dunia, maka Mom adalah orang yang paling berharga. Kalau Papa, takkan bisa tergantikan, dimulai dari kumis, dan rambut ala orang Indonesia Timur. Dua orang ini yang paling berpengaruh dalam menentukan keputusan hidup saya.
Ketika Mom, di usia muda berkeinginan untuk menikah, nenek berkata " Nanti saya carikan!"
Namun apalah kata jodoh,
Mom menikah dengan kakak kenalannya ^^"
Hampir seluruh dari keluarga di kampung menikah dengan pasangan yang tidak terlalu jauh letak kediamannya, ua anak pertama dengan tetangga sebelah rumah (akibat) dijodohkan, yang kedua pun menikah dua kali dengan istri terakhirnya berada dalam radius beberapa ratus meter dari rumah (satu kecamatan---berbeda kampung), yang ketiga --- dengan orang Jawa, jauh, bulan Maret kemarin meninggal setelah kami sekeluarga menjemput ke Jawa Timur. Anak ke-empat, Mom. Dan yang terakhir, Om yang sering saya kunjungi di Depok.
Jauh, menjadi momok buat Mom, selain dirinya, kakaknya, sakit parah ketika berada di Jawa, Mom sendiri yang berinisiatif ke Jawa untuk menjemput, membawa pulang ke kampung halaman. Dan ua menghembuskan nafas terakhir ketika 1 minggu berada di kampung, persis seperti keinginannya yaitu ingin mati di kampung.
Belum lagi dengan Om, kesulitan komunikasi dengan laki-laki dinilai adalah yang terbesar. Cuek, itulah lelaki, ^^"
Mom punya intuisi yang amat besar. Saya sesak nafas semalaman saja beliau bisa tahu dan menelpon esok paginya. Dan ketika kata pernikahan yang muncul, Mom dengan segala kepercayaannya meminta saya berfikir, menerima keinginannya menikah dengan kerabat keluarga Papa saya. Dekat dan terpercaya.
Siapa yang mengatur hal ini? Mengapa juga harus orang ini? Saya tidak pernah tahu, bahkan saya juga tidak tahu mengapa saya belajar Ekonomi Syariah sebelum saya pulang ke kampung halaman. Siapa yang mengatur agar ketika saya tahu orang yang akan dijodohkan dengan saya adalah seorang bankir ribawi? Siapa yang mengatur bahwa semua keinginan Mom terkumpul di dalam satu wadah jasad bankir ini?
Yang mana anda pilih? Menikah? Atau menolak?
Saya menjawab tidak, tapi bukan Mom kalau menyerah. Hampir setiap hari didera pertanyaan yang sama, mau apa tidak? Dan selama itu saya bersikukuh, dinding kukuh yang tergerus dengan keinginan Mom yang tulus.
Keinginan orangtua itu pasti baik, dan saya yakini kebaikan Mom mencarikan yang terbaik. Dilihat pun orangnya baik, dan memang segala nya ada, kecuali berkah. Dan saya harus mengupayakan itu jika pernikahan terjadi....
Setelah Idul Fitri kedua di kampung selama di rumah, sampailah pada masa ketika beredar kabar, ia dipilihkan yang lain. Mom yang bersedih, kalau saya? Lebih sedih karena Mom sepertinya memang bersedih. Tiba-tiba panggilan dari Jakarta untuk tes CPNS datang dan seketika 2 minggu kemudian saya sudah duduk manis di ruang kuliah S2 di Gunadarma, saya berfikir, "bagaimana jika saya iyakan?!", esok harinya teman kuliah saya bercerita, "suami saya dulu bekerja di bank M*ndiri, saya bilang itu gak boleh karena riba, akhirnya dia berhenti, 2 tahun dia kerja serabutan, alhamdulillah sekarang PNS", klop dengan masalah hati saya, sedikit menjawab pertanyaan hati saya. Belum lagi setelah saya search di artikel bahwa kejadian yang hampir sama terjadi, dan si perempuan akhirnya mengajukan syarat pernikahan, agar calon suami pindah kerja jika ingin pernikahan tetap dilaksanakan. Walaupun pernikahan tetap tidak dilaksanakan, setidaknya mencerahkan saya untuk melakukan sesuatu sesuai dengan prosedur-Nya.
Hati sudah berkata iya....
Tapi, berita berkata tidak....
Akhirnya ia menikah dengan pilihannya. Dan bisa dipastikan, Mom yang paling sedih dengan berita ini.
Semuanya saya serahkan pada Allah, entah apa yang terjadi esok, lusa dan hari-hari mendatang. Masa depan seperti dibalik tirai, kita tidak akan tahu sampai menyibak tirai tersebut satu persatu dan terus-menerus.
Keinginan Mom terbaik, namun Allah adalah yang terbaik. Saya yakini, Allah lebih paham makna terbaik dari sisi Mom dan saya, insya Allah...
Untuk saat ini, hanya bisa diundang, belum bisa mengundang ^^"
Satu hari nanti, insya Allah ^^"