SWASEMBADA GARAM INDONESIA
disusun oleh : Ismarmiaty bint Abdul Azis
Sudah diketahui seluruh dunia, bahwa Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai terpanjang ke-empat di dunia. Terbujur sepanjang 95.181 km mengelilingi 17.480 pulau sehingga sehingga dapat dikatakan sektor kelautan Indonesia menyumbang pendapatan negara yang cukup besar.
Namun tidak pada kenyataannya, pada 2011, Indonesia masih mengimpor garam. Dengan kata lain, Indonesia tidak mampu mencapai swasembada garam untuk memenuhi kebutuhan garam. Tercatat Indonesia mengimpor garam terbanyak dari Australia sebanyak 1,7 juta ton dengan nilai US$ 85,95 juta pada periode Januari-November 2011. Kemudian dari India sebanyak 976 ribu ton dengan nilai US$ 52,15 juta dari Januari hingga November 2011. Bahkan Indonesia juga mengimpor garam dari Singapura sebanyak 24 ribu ton dengan nilai US$ 1,4 juta, lalu Selandia baru sebanyak 1,13 ribu ton dengan nilai US$ 404,5 ribu, dan Jerman sebanyak 460,7 ton dengan nilai US$ 411,2 ribu, dan negara lainnya sebanyak 523,2 ton dengan nilai US$ 187,7 ribu. Kebutuhan garam konsumsi 1,4 ton per tahun dan untuk industry 1,8 ton per tahun.
Dibalik pro dan kontra impor garam. Alasan utama yang dikemukakan pemerintah mengimpor garam dari luar adalah bukan soal kurangnya produksi garam lokal, tapi karena alasan kualitas garam lokal/tradisional tidak memenuhi standar mutu untuk industri. Sebagai informasi, garam yang ada dipasaran terdiri atas garam untuk konsumsi dan garam untuk industri. Hasil produksi garam lokal kita dianggap tidak memenuhi standar untuk garam industri sehingga harus diimpor dari Negara lain.
Salah satu perusahaan milik Negara atau BUMN yang memproduksi garam adalah PT. GARAM, berkantor pusat di Surabaya, perusahaan ini telah mengurusi pemenuhan swasembada garam di Indonesia. Untuk produksi berada di 4 Lokasi (Pegaraman I Sumenep, Pegaraman II Pamekasan, Pegaraman III dan Pegaraman IV Gersik Putih).
Salah satu perusahaan milik Negara atau BUMN yang memproduksi garam adalah PT. GARAM, berkantor pusat di Surabaya, perusahaan ini telah mengurusi pemenuhan swasembada garam di Indonesia. Untuk produksi berada di 4 Lokasi (Pegaraman I Sumenep, Pegaraman II Pamekasan, Pegaraman III dan Pegaraman IV Gersik Putih).
Melihat pada kesuksesan Australia untuk menyediakan kebutuhan garam tahunan secara surplus, yang kelebihannya di ekspor termasuk ke Indonesia. Maka, Australia mengemukakan alasan bahwa pada dasarnya produksi garam lokal memang tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga harus impor. Hal ini terutama disebabkan beberapa hal antara lain keterbatasan teknologi dan kondisi alam. Di Australia contohnya, telah ada teknologi yang dapat menyuling air laut sehingga bisa memperoleh garam dengan kualitas baik. Di samping itu musim hujan juga memengaruhi tingkat penurunan produksi garam yang sangat drastis. Iklim dengan curah hujan yang besar sangat tidak kondusif dalam pengolahan garam yang sangat membutuhkan sinar matahari. Untuk itu walaupun perairan Indonesia sangat luas, tetapi pengolahan garam yang masih sangat tradisional pada kenyatannya menjadi penghambat efisiensi, kualitas dan kuantitas produksi garam lokal.
Beberapa hal yang patut untuk dievaluasi kembali dari kebijakan pemerintah mengimpor garam. Pertama, harus ada kejelasan mengenai kapasistas produksi dalam negeri dan sinergitas antara semua lembaga pemerintah yang terkait. Hal ini guna mengetahui kondisi garam domestik dan besar kuota garam yang dapat diimpor. Kedua, harus ada pelibatan perwakilan petani garam dalam pengambilan kebijakan impor garam tersebut. Hal ini agar kebijakan yang diambil nantinya mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Ketiga, kalaupun pemerintah harus mengimpor garam akibat permintaan domestik yang sangat besar maka kebijakan impor tersebut harus diiringi dengan upaya pengembangan teknologi jangka panjang. Hal ini agar impor garam tidak menjadi ketergantungan dalam waktu yang lama dan ada peluang bagi indonesia untuk swasembada garam di masa yang akan datang. Selanjutnya pemerintah juga harus memperhatikan dan mengatur waktu dalam mengimpor garam. Waktu impor yang baik adalah jauh dari musim panen. Ketika pemerintah mengimpor saat panen garam akan berimplikasi pada turunnya harga garam di pasaran yang secara otomatis akan menurunkan tingkat pendapatan petani garam.
Salah satu langkah penyelesaian adalah penggunaan lapisan Geomembrane pada lahan pembuatan garam. Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan penerapan teknologi membrane yang dilakukan PT Garam Persero berpotensi meningkatkan produksi garamnya sekitar 40%. Hasilnya, dikatakan garam yang diproduksi bisa lebih putih. "Di sini menggunakan konsep Teknologi Geo Membrane yang menghasilkan kualitas garam putih lebih bagus dan lebih cepat dari teknologi tradisional sebelumnya,” Waktu yang dibutuhkan untuk produksi garam juga lebih cepat menggunakan teknologi itu. Dahlan menyebutkan, jika menggunakan teknologi tradisional, dibutuhkan waktu selama 40 hari. "Namun dengan Geo Membrane Cukup 5-10 hari, tergantung kebutuhan," jelasnya.
Geomembrane HDPE adalah lembaran HDPE yang mampu melapisi tanah karena mempunyai sifat lentur dan homogen, sehingga tanah dengan geomembrane seiring menyatu. Geomembrane HDPE juga mempunyai tingkat impremebilitas yang tinggi hingga mampu menahan air yang cukup banyak/ kedap pada air, dan geomembrane tahan sekali terhadap sinar matahari/ UV, disebabkan high density polyethelene karena mampu melawan panas beda dengan bahan PVC jika diluar, PVC getas dan retak dikarenakan panas dan terkena air hujan. Keuntungan memakai geomembrane antara lain: 1) Struktur yang fleksibel sehingga dapat mengurangi diffrential settlement, 2) Pemasangan dapat dibentuk sesuai tanah, 3) Ketahanan terhadap ultraviolet/UV dan bahan – bahan kimia yang berbahaya, 4) Sangat efektif harga ekonomis dan 5) Umur maintenance 20 tahun lebih jika tidak terkena benda tajam, excavator dan sejenisnya
Lebih lanjut Dahlan menuturkan, jika garam yang ingin dihasilkan berkualitas halus, atau untuk kebutuhan konsumsi Rumah tangga, cukup 5 hari. Namun jika untuk kebutuhan industri, maka dibutuhkan waktu selama 10 hari agar sepuya kristalnya atau hasilnya besar-besar dan keras. Mantan Dirut PLN ini membanggakan kualitas hasil produksi PT Garam yang dinilainya kualitas nomor wahid. Tidak bercampur dengan tanah atau kotoran lainnya.
Ia menambahkan, seluruh lahan yang dimiliki PT Garam di Madura, Jawa Timur, direncanakan akan menggunakan geomembrane agar menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk merealisasikannya, perseroan diizinkan untuk menandatangani fasilitas kredit dengan BUMN bank. Saat ini, PT Garam sudah mencoba geomembrane di tiga lokasi, yakni Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Di lahan Sampang, geomembrane dipasang di areal seluas 30 hektar. Dengan geomembrane, tidak ada lagi garam yang berkualitas dua atau kualitas tiga.
"Semuanya sudah kualitas satu. Bahkan dengan geomembran ini, PT Garam sudah mulai bisa menghasilkan garam pada Mei 2013. Sementara tanpa geomembrane, panen pertama baru terjadi di bulan Juli 2013," ungkapnya.
Untuk itu, PT Garam harus menggunakan geomembrane 100% tahun depan. Dengan geomembrane proses peningkatan suhu air laut memang bisa lebih cepat. Air laut yang disedot dan dimasukkan ke ladang garam suhunya hanya 3 derajat. Suhu itu harus terus dinaikkan. Caranya: air diputar-putar (dialirkan) dari satu petak ke petak lain sampai suhunya mencapai 20 derajat. Semua itu karena panas matahari. Dalam proses pindah-memindah air laut inilah terjadi juga pengendapan unsur-unsur kimia seperti Fe, CaCO3, dan Ca Sulfat. Zat-zat itu harus ditinggal agar mutu garam bisa lebih baik. Artinya dengan mengurangi zat-zat tersebut NaCl dalam garam bisa sangat tinggi. Dalam lima hari, air laut di atas membrane tersebut sudah berubah menjadi kristal-kristal garam.
Maka seandainya BUMN dan semua petani garam di Madura sudah menggunakan geomembrane, Madura saja akan mampu memproduksi 1,2 juta ton garam setahun. Tinggal kurang 200.000 ton lagi untuk bisa mencukupi kebutuhan garam konsumsi secara nasional. Kekurangan itu bisa diperoleh dari Cirebon, Indramayu, dan Medan. Ini kalau semua petani di tempat-tempat tersebut juga ketularan menggunakan geomembrane.
Kalau semua kebutuhan garam konsumsi sudah bisa dipenuhi, tinggal kita memikirkan kebutuhan garam untuk industri. Sayangnya kebutuhan garam untuk industri ini jauh lebih besar dari kebutuhan garam untuk konsumsi: 1,8 juta ton. Inilah yang masih harus diimpor. Harapan satu-satunya adalah menjadikan Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi sentra terbaru produksi garam pada 2015. Saat ini, penelitian dan persiapan ke arah tersebut tengah berlangsung. “Kupang dipilih karena musim kemaraunya lebih panjang ketimbang di Madura,” menurut Dahlan Iskan, BUMN yang bakal mendapatkan tugas untuk mengelola kebijakan itu adalah PT Garam.
Demi menggenjot produksi garam nasional, pemerintah bakal mengoptimalkan penggunaan lahan dan teknologi, dimana ada 5.000 ha lahan yang bisa dipergunakan untuk ladang garam di Kabupaten Kupang. Hampir sama dengan luasan seluruh ladang garam Madura. PT Garam sudah siap ekspansi ke sana. Namun lahan tersebut masih harus diselesaikan. Menyelesaikannya pun mungkin tidak mudah. Ini karena pemerintah sudah terlanjur memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) kepada sebuah perusahaan dari Jakarta. Perusahaan ini ingin membuat ladang garam raksasa dengan cara modern. HGU itu sudah diberikan sejak 27 tahun yang lalu. Tapi sampai 27 tahun kemudian, hari ini, lahan itu masih tetap sama seperti 27 tahun yang lalu.
Selain itu, pemerintah memetakan potensi pengembangan garam nasional, selain NTT, ada juga di Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Maka dengan hal ini akan sangat dibutuhkan manajemen yang terkontrol dalam hal produksi garam Indonesia. Penyediaan harus benar-benar mengenjot pertumbuhan industri sehingga dapat mencapai swasembada garam tahun 2013, bahkan Pemerintah berencana untuk mengadakan ekspor terhadap garam surplus yang di hasilkan Indonesia pada tahun ini. Hal ini pun mempertegas penggunaan lahan dan teknologi harus benar-benar optimal.
Garam rasanya memang asin. Tapi kalau jumlahnya sudah mencapai 3,2 juta ton, manisnya bukan main.
Daftar Pustaka
1) “Softskill Bab 7 Manajemen Produksi”, http://caturdj.wordpress.com/softskill-bab-7-manajemen-produksi/ diakses pada 24 April 2013 pukul 1.55 WIB
2) Perbedaan Antara Manajemen Produksi dan Manajemen Operasi , http://blog.stie-mce.ac.id/tita/2013/03/26/perbedaan-antara-manajemen-produksi-dan-manajemen-operasi/ diakses pada 24 April 2013 pukul 1.57 WIB
3) Putra, Idris Rusadi, “Dahlan banggakan teknologi PT Garam”, http://odeanakbangsa.blogspot.com/2013/04/indonesia-negara-maritim-peng-impor.html diakses pada 24 April 2013 pukul 23.08 WIB
4) Silaban , Susan : “Produksi PT Garam Meningkat 40% Berkat Membrane“ http://www.imq21.com/news/print/96688/20121012/154308/Produksi-PT-Garam-Meningkat-40-Berkat-Membrane.html diakses 25 April 2013 pukul 5.31 WIB
5) Dhany, Rista Rama : “Dahlan Iskan: Mau Ada Superman Pun, Kita Tetap Impor Garam”, http://finance.detik.com/read/2011/12/16/151329/1792997/1036/dahlan-iskan-mau-ada-superman-pun-kita-tetap-impor-garam”, diakses 25 April 2013 pukul 5.34 WIB
6) Geomembrane HDPE, http://geomembrantechno.wordpress.com/, diakses 25 April 2013 pukul 5.38 WIB
7) “Ekonomi Politik Kebijakan Impor Garam Indonesia”, http://cwts.ugm.ac.id/2013/02/ekonomi-politik-kebijakan-impor-garam-indonesia, diakses 25 April 2013 pukul 6.14 WIB
8) Iskan, Dahlan: Membrane di Bawah Bulan Purnama Kapat, http://finance.detik.com/read/2012/10/01/075300/2047517/4/dahlan-iskan-membrane-di-bawah-bulan-purnama-kapat, 25 April 2013 pukul 6.14 WIB
9) http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/15/18093559/2015.Kupang.Jadi.Sentra.Terbaru.Produksi.Garam, diakses 25 April 2013 pukul 6.41 WIB