Sejarah Perkembangan e-Government di Indonesia
Happy!
Walaupun dalam pencarian universitas pilihan S3 saya dengan mengacu banyaknya disertasi dengan tema yang sama hanya menyisakan pilihan (1) Inggris, (2) Australia, (3) Korea Selatan, (4) Finlandia, dan (5) China.
Saya tetap berharap, saya bisa belajar ke Korea Selatan atau Jepang, setidaknya gak perlu ke Eropa. Jauuuh... Mana dingin! (padahal pernah lihat Lee Hwijae di Superman Returns teriak 'ooomaiigoot' lihat perkiraan suhu pagi adalah -8 di Korea Selatan).
Saya berharap tetap dapat bisa kesana untuk perbandingan e-government maupun untuk bahan penelitian, aamiin.
Saya berharap tetap dapat bisa kesana untuk perbandingan e-government maupun untuk bahan penelitian, aamiin.
Kenapa?
United Nation (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam United Nations E-Government Survey edisi 2014 merilis mengenai peringkat adopsi e-government dari 193 negara anggota, survey tersebut dikumpulkan oleh Divisi Administrasi dan Pengembangan Publik dari Departemen Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa. Survey tersebut dirilis setiap 2 tahun dan penilaian dilakukan berdasarkan e-Government Development Index (EGDI) yang terdiri dari tiga dimensi yaitu (i) ketersediaan pelayanan online (ii) infrastruktur komunikasi dan (iii) kapasitas pengguna. Tabel di bawah memperlihatkan 25 negara dengan peringkat tertinggi dalam adopsi e-government di seluruh dunia.
Untuk Indonesia?
Peringkat adopsi e-government Indonesia adalah ke 106 (dari 193 negara anggota UN) dengan nilai EGDI sebesar 0,4487 (middle).
Jauh banget!
Pemerintahan Indonesia memulai inisiatif untuk transformasi sosial dengan tujuan intergrasi ICT (Information and Communication Technology) ke dalam struktur organisasi saat Abdurahman Wahid sebagai presiden ke-4 mengeluarkan Dekrit (Surat Keputusan 6/2001 dengan nama Pengembangan dan Penggunaan ICT di Indonesia. Dekrit tersebut menyajikan konsep e-government dengan tujuan membentuk good governance, transparansi dan akuntabilitas kepemerintahan, partisipasi masyarakat, layanan publik dan konektivitas dalam lingkup pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga merumuskan rencana jangka 5 tahun untuk perkembangan ICT yang lebih baik di Indonesia.
Presiden Megawati Soekarnoputri melanjutkan rencana ICT dengan mengeluarkan Dekrit 3/2003 yang dinamakan Policy and National Strategy for e-Government Development berisi spesifikasi tanggung jawab badan pemerintah, baik pusat maupun daerah dan menitikberatkan pada pentingnya layanan pemerintah di Indonesia yang bersifat online. Berdasarkan Dekrit Presiden, setiap gubernur, walikota dan dewan eksekutif ditugaskan untuk bertanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan e-government di daerah mereka. Menkominfo ditugaskan untuk mengkoordinasikan dan mempercepat implentasi e-governmentsecara nasional.
Pada 2004 Departemen Komunikasi dan Informasi mengeluarkan enam pedoman (tidak diurai). untuk melengkapi kebijakan mengenai e-governmentyang dikeluarkan sebelumnya, pada 2006 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang behubungan pemakaia ICT yang secara tidak langsung memperkuat kebijakan dalam mengembangkan e-government. Dekrit Presiden Nomor 20/2006 menetapkan dewan yang dimandatkan untuk merumuskan kebijakan publik dan arah strategis dari perkembangan nasional termasuk penggunaan ICT. Selain itu, dengan implementasi dari Keputusan Nomor 11 pada tahun 2008 mengenai Information and Electronic Transaction (ITE) yang mendukung layanan transaksi public melalui e-government. Pada saat Dekrit Presiden dikeluarkan pada tahun 2003, pengguna internet hanya berjumlah 8 juta dan meningkat dramatis menjedi 45 juta pengguna pada tahun 2010.
Dikutip dari berita dalam portal berita online Republika (http://republika.co.id) yang berjudul “Indonesia-Korsel Sepakati Komite Bersama e-Government” pada 12 Desember 2014 bahwa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (RB), Yuddy Chrisnandi mendampingi Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan. Di sela pertemuan tersebut, Menteri Yuddy juga melakukan pertemuan bilateral bersama Minister of Government Administration and Home Affairs (MOGAHA) atau Menteri Administrasi Pemerintahan dan Dalam Negeri Korea Selatan mendatangani Arrangement pembentukan Komite Bersama untuk e-government. Penandatanganan itu merupakan tindak lanjut nota kesepahaman the Cooperation in the Area of Administrative Reform pada tanggal 4 Juli 2013 antara Menpan RB dan MOGAHA. Beberapa hal yang akan dilaksanakan antara lain koordinasi dan konsultasi terkait e-government dan reformasi birokrasi serta area yang terkait yang menjadi kepentingan bersama kedua belah pihak. Selain itu, Indonesia dan Korea juga akan melakukan riset bersama dan pertukaran sumber daya untuk meningkatkan kerjasama. "Komite bersama juga akan membuat rekomendasi kepada pemerintah masing-masing atas tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan aktivitas kerjasama dan mengelola kemitraan antar kedua belah pihak di masa yang akan datang dan lain- lain," kata Yuddy.
Korea telah mengembangkan program kerja sama terkait e-government dengan berbagai negara. Di negara tujuan kerja sama tersebut, Korea bersama-sama dengan negara yang bersangkutan mendirikan e-Government Cooperation Centre atau sering disebut juga oleh pihak Korea sebagai IT Cooperation Centers(ITCC), seperti di Meksiko, Chili, Turki, Afrika Selatan, Bulgaria, Vietnam, dan Uzbekistan. Selain itu, Korea Selatan menginginkan isu terkait rencana pembentukan e-government International Collaboration Centre di Jakarta. “Ini upaya membangun keberlangsungan kolaborasi Indonesia–Korea dalam pengembangan e-Government dan untuk memudahkan koordinasi antara Indonesia dan Korea dalam hal pelaksanaan kerja sama e-Government antar kedua negara," kata Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini.
Silakan jika butuh mentahnya akan saya kirim email. ismarmiaty@yahoo.co.id